Blog Aksi Nyata Topik 2 Persfektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia
Ida Ayu Putu Inu Jyotisha
2364823014 / IPA-06
PPG PRAJABATAN GELOMBANG 1 TAHUN 2023
Refleksi Pengalaman Belajar Aksi Nyata Topik 2
A. Mulai dari diri
Awalnya, saya berpandangan bahwa tugas guru adalah mentransfer sebanyak mungkin pengetahuan agar setiap siswa dapat mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan seluruh ilmu yang diberikan oleh guru. Pada hakikatnya, peserta didik dianggap sebagai 'bahan mentah' atau dapat disebut sebagai komponen dasar dalam proses transformasi pendidikan. Peserta didik merujuk pada mereka yang mengikuti program pendidikan di suatu sekolah atau tingkatan tertentu, dengan sebutan lain seperti anak didik, peserta didik, atau pelajar.
Melalui pengalaman belajar di topik 1, saya menyadari bahwa faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik memiliki porsinya masing-masing dalam memberikan dampak pada perkembangan karakter setiap individu. Sangat penting mempertimbangkan keberagaman dalam lingkungan kelas, sebagai guru kita harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai faktor-faktor yang menyebabkan keragaman di antara peserta didik. Pemahaman yang mendalam terhadap konsep sosiokultural merupakan hal krusial, karena konsep ini akan diterapkan dalam proses pembelajaran. Terlebih lagi, dengan pendekatan pembelajaran yang menghargai kemandirian peserta didik, teori ini menjadi sangat bermanfaat dalam melaksanakan penilaian yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik.
B. Eksplorasi Konsep
Pada bagian eksplorasi konsep saya
memperoleh pemahaman latar belakang peserta didik terdiri berbagai dimensi
sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Latar belakang ini memberikan pengaruh
atau dampak signifikan dalam proses pembelajaran di lingkungan sekolah.
Pemahaman baru yang saya peroleh dari eksplorasi konsep ini adalah mengenai
Status Sosial Ekonomi (SES) dan Cultural Activity Theory (CHAT). Baik CHAT maupun SES, sama-sama memiliki pengaruh dalam
membentuk dasar sosialisasi kognitif anak melalui interaksi sosial dan
interaksi orang dewasa dan anak-anak. Guru setidaknya harus memahami bahwa SES dan CHAT
berpengaruh terhadap interaksi sosial peserta didik. Sebagai contoh, peserta
didik dari lapisan SES menengah ke atas cenderung memiliki motivasi belajar
yang tinggi karena orang tua mereka aware dan memberikan effort yang
lebih terhadap pendidikan. Di sisi lain, peserta didik dengan lapisan SES yang
rendah mungkin kurang menekankan pentingnya pendidikan karena adanya tuntutan
lain yang harus mereka penuhi. Namun, penting untuk diingat bahwa pandangan ini
tidak selalu berlaku untuk semua peserta didik, karena terdapat faktor-faktor lain
yang juga dapat memengaruhi pencapaian akademis seseorang.
C. Ruang Kolaborasi
Pada kegiatan ini saya bersama kelompok memperoleh pengetahuan mengenai pendekatan dan interaksi yang mampu memengaruhi perkembangan sosial kognitif anak. Sumber informasi tersebut diperoleh dari hasil analisis beberapa buku yang telah kami baca dan diskusikan bersama kelompok. Beberapa judul buku yang menjadi referensi kami yaitu "Belajar Berdemonstrasi" dari buku "Mengajar untuk Perubahan" (halaman 58–75), "Ray Pecandu Game Online" dari buku yang sama (halaman 76–92), dan "Melawan Setan Bermata Runcing: Pengalaman Pergerakan Pendidikan Sokola" (halaman 125–156). Berdasarkan hasil analisis, kami menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran, terdapat faktor sosial yang dominan yang berdampak terhadap proses belajar peserta didik. Saya memperoleh insight bahwa guru merupakan agen perubahan yang dapat membantu peserta didik meningkatkan kualitas hidup dan dapat berdampak pada lingkungan sekitarnya, melalui pengalaman belajar yang bermakna. Sebagai pendidik, seharusnya seorang guru tidak hanya berfokus pada penguasaan materi dan teori semata, namun harus memikirkan pengalaman belajar yang seperti apa yang bisa diberikan pada peserta didik.
Dengan demikian, menjadi tanggung jawab utama bagi
guru untuk menyediakan alternatif solusi terhadap tantangan yang muncul dari
interaksi sosial dalam pendidikan. Pencapaian ini dapat diwujudkan melalui
penyesuaian strategi dan penerapan model pembelajaran yang tepat, dengan tujuan
untuk mengoptimalkan pengalaman belajar peserta didik. Oleh karena itu, guru
perlu berperan sebagai fasilitator yang kompeten, menciptakan lingkungan
pembelajaran yang mendukung perkembangan sosial dan kognitif anak-anak, serta
memastikan bahwa interaksi sosial memiliki dampak positif dalam proses
pembelajaran mereka.
D. Demonstrasi Kontekstual
Saya banyak memperoleh pengetahuan melalui proses demonstrasi kontekstual ini. Ruang presentasi kelompok merupakan wadah bagi saya dan teman-teman untuk berdiskusi secara aktif, membuka pikiran bersama, dan menganalisis kasus-kasus yang terkait dengan aspek perspektif sosiokultural dalam pendidikan Indonesia. Diskusi ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi serta mencari solusi terhadap tantangan yang mungkin muncul dalam konteks pembelajaran. Melalui demonstrasi kontekstual, saya dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, berusaha memposisikan diri apabila kami sebagai pengajar menghadapi kasus serupa, dan menyampaikan solusi alternatif yang dapat kami berikan untuk menyediakan pendidikan yang kontekstual.
D. Elaborasi Pemahaman
Pada fase ini, saya menyadari bahwa konsep pendidikan dan pengajaran yang optimal bagi peserta didik mencakup pemahaman mendalam terhadap latar belakang sosiokultural mereka. Proses interaksi, perkembangan kognitif, pola pikir dan cara pandang suatu individu dalam konteks pendidikan sangat dipengaruhi oleh perspektif sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Salah satu aspek yang menonjol adalah peran status sosial ekonomi (SES) peserta didik dalam memengaruhi keberhasilan akademik mereka. Oleh karena itu, sebagai calon guru profesional, penting untuk memberikan pembelajaran yang dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik dengan latar belakang CHAT dan SES yang beragam.
F. Koneksi Antar Materi
Konsep yang dapat saya pelajari dan pahami pada bagian ini, terutama dalam menghubungkan materi pada mata kuliah ini dengan mata kuliah lainnya adalah bagaimana seorang pengajar dapat merancang kegiatan pembelajaran yang efektif. Tujuannya adalah menciptakan suatu lingkungan belajar yang dapat mendukung peserta didik dengan memberikan peluang bagi mereka untuk menggali lebih dalam pengetahuan, minat, bakat, dan potensi secara lebih mendalam. Kegiatan koneksi antar materi, membuat saya menyadari pengaruh peran seorang guru dalam menyediakan pembelajaran yang relevan secara kontekstual dengan beragam latar belakang peserta didik. Tentunya, mata kuliah ini memiliki keterkaitan dengan mata kuliah lainnya, sebagai contoh mata kuliah filosofi pendidikan Indonesia dan pemahaman terhadap peserta didik. Topik ini dapat memperdalam wawasan bagi calon guru untuk menyadari bahwa setiap peserta didik adalah individu yang unik. Mereka merupakan bagian dari masyarakat Indonesia dengan beragam latar belakang yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengakomodasi kebutuhan mereka adalah pembelajaran berdiferensiasi.
G.Aksi nyata
Saya menilai kesiapan
diri saya dengan skor 9 dari skala maksimal 10, karena setelah memahami mata
kuliah ini, saya mendapatkan banyak wawasan untuk diterapkan dalam situasi nyata.
Saya juga berlatih berargumentasi menawarkan solusi terhadap pertanyaan kritis
terkait kondisi nyata pendidikan di Indonesia, terutama di daerah pelosok
seperti kasus orang-orang Rimba yang memiliki kepercayaan bahwa pendidikan
adalah hal yang terkutuk. Meskipun demikian, akhirnya kepercayaan mereka dapat
dipatahkan oleh faktor sosial dominan yang terwakilkan melalui sosok Butet Manurung
dan semangat anak-anak Rimba yang memiliki kemauan untuk belajar baca tulis
dengan alasan untuk membuat mereka bisa mengusir pengaruh orang luar yang hendak
mengambil alih hutan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa perfektif sosial dapat mempengaruhi
suatu kepercayaan dan kebijakan yang berlaku di suatu daerah terhadap keterlaksanaan
pendidikan. Pendidikan seharusnya diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan belief
masyarakat di suatu daerah, agar mereka bisa menerima esensi pendidikan itu
sendiri. Pada Sokola Rimba diceritakan bahwa orang-orang disana tidak peduli
dan tidak mau percaya terhadap hal-hal teoritis, misalnya teori alam semesta tentang
planet bumi bukanlah pusat alam semesta, dan matahari tidak mengelilingi bumi,
namun bumi lah yang mengelilingi matahari. Orang-orang Rimba tidak bisa
menerima teori tersebut, karena mereka percaya mataharilah yang mengelilingi
bumi berdasarkan penuturan nenek moyang mereka. Mereka juga tidak menerima
pembelajaran yang dianggap tidak berguna untuk diketahui, karna mereka akan
mempertanyakan “untuk apa kita belajar tentang planet lain? Toh kita tak
akan pernah kesana”. Dengan demikian pendidikan untuk mereka harus bersifat
kontekstual, bersifat praktis, bukan teoritis. Kurikulum pendidikan mereka berbeda
dengan sekolah kebanyakan.
Adapun manfaat yang saya peroleh dari pembelajaran ini adalah materi ini sangat membantu saya dalam mempersiapkan diri sebagai guru profesional yang lebih memahami keberagaman peserta didik. Adapun langkah yang akan lakukan untuk persiapan diri adalah : (1) memperdalam teori perspektif sosiokultural dan mencari pelatihan profesional atau sumber daya tambahan tentang pendekatan sosiokultural dalam pendidikan; (2) Belajar lebih mengenali peserta didik dengan keberagamannya di lingkungan sekolah ketika melaksanakan PPL 2; (3) Mendalami mata kuliah lain, seperti pembelajaran berdiferensiasi, filososfi pendidikan Indonesia, pemahaman peserta didik, dan prinsip pengajaran asesmen. Hal ini karena seluruh materi dalam mata kuliah di pendidikan profesi guru memiliki hubungan satu sama lain; (4) Mengembangkan strategi pengajaran yang beragam dan inklusif yang mempertimbangkan latar belakang sosial dan budaya siswa.
Comments
Post a Comment